Minggu, 26 Oktober 2014
KATA
Saat semua bocah mulai berlarian disepanjang jalan
Dikala Semua orang sibuk dengan hidupnya sendiri-sendiri
Disini sebuah kata begitu menggema mencari jawaban diantara setip tanya
Sembari terus saja mencari imaji yang terlukis pada benak pada lalu
Kata yang semakin kebingungan mengerutu pada segala tuk sekedar mencurhatkan persaksiannya yang terlepas di jalanan
Walau tanpa bahasa yang bisa termaknai serta abjad yang harus tereja
Inilah sebuah kata yang menceritakan tentang sebuah harapan
Dimana matera telah terlontar tuk kesekian kali pada petang yang masih saja sepi
Menjadi anggapan yang seakan sunyi dikeramaian
menjadi situasi petang yang penuh misteri
Sabtu, 25 Oktober 2014
BUNDA DENGARLAH...
Sesak dada ini bukan karena sakit bunda
Bukan pula karena asap rokok mengepul menysakkan nafas ini
Bukan pula karena kanker paru-paru bunda
Namun, sesak dada anakmu ini hanya karena kata-kata yang telah melebur pada bumi
Doa-doa yang menguap bersama hembusan angin seliweran
Dan juga malam yang begitu dingin ini telah kusaksikan
Segala awal yang telah sia-sia
Tenggelam di lautan sesal saja
Namun anakmu ini bunda, kini terdiam seribu kata serta bahasa
Bunda, aku yang mencarimu tuk sekedar bercerita tentang sesak ini
Disini bunda.
Kamis, 23 Oktober 2014
EPISODE PETANG
Petang ini aku mengigaukan wajahmu
Di ruang yang menghimpitku dalam mendalam
Berjejer diantara kepingan kegundahan yang memuncak
Aduhai ku teriakkan kembali nama dijiwa ini
Sedalam dalamya
Disaat aku mulai lupa dengan malam yang telah memenggil tubuhku
Yang sementara bisik demi bisik ke dengar lirih dilobang kupingku
Dan petang yang begitu masih saja membelai tubuhku
Meraba raba disetiap tubuh mungil ini
Sekali lagi ku sebut namamu
Jelas dan lugas
Kemudian, malam yang semaki larut mulai tak sabar menungguku datang
Mengkerutkan dahinya sembari terus menggerutu
Sampai akhirnya menggertakku pada igauan wajah yang menyebut namamu
Disekian waktu yang tersita
Disini aku kembali terjaga atas igauan dan lupaku.
Senin, 13 Oktober 2014
UNTUK ADEK
Bagiku, kau kabar baik dipagi hari
Walau tanpa koran yang harus ku baca
Serta secangkir kopi panas harus ku seruput perlahan
Buatku tersenyum dalam dinginnya angin dipagi ini
Bagiku, siang yang begitu panas membuat keringat membasahi tubuh
Memandangi wajahmu yang kekanak kanakan
Adalah payung harapan siang ini
Bangkit mengejar segala harapan
Bagiku, kau bagai senja di sore ini
Adalah cipataan Tuhan yang begitu sempurna
Hingga ku tak jemunya terus memandangi
Senyum dan gelak tawamu
Bagiku, malam dikala kau beranjak tuk terlelap
Bukanlah akhir dari segala
Karena kau kan segera datang kembali
Membawa kabar baik disetiap pagi pagiku
Sabtu, 11 Oktober 2014
PAGI YANG REDUP
Pelan pelan matahari mulai meredup, sayang.
Sementara kita masih asyik bermain di sisi ini
Tuk sekedar bermain tawa dan suka
Sesekali bertanya tentang ruang yang terus memandagi kita
Dengan waktu yang masih semuda ini
Bahwa kita masih berlarian menebak kata
Kemudian memaksa kita harus berpisah pada lelap tuk mimpiku dan mimpimu
Sementara kita masih asyik bermain di sisi ini
Tuk sekedar bermain tawa dan suka
Sesekali bertanya tentang ruang yang terus memandagi kita
Dengan waktu yang masih semuda ini
Bahwa kita masih berlarian menebak kata
Kemudian memaksa kita harus berpisah pada lelap tuk mimpiku dan mimpimu
Kamis, 02 Oktober 2014
TRAGEDI DI RUMAH INI
Di rumah ini
Aku tentu bingung dengan jalan pikiran kalian
Tentang cemoohan di singgasana istimewa rumah ini
Meneriak tanpa bahasa rohani
Siapa yang menjelma siapa
Menjadikanku semakin geli dengan geliat kekinian kalian
Apa munkin sudah tiada lagi bahasa murni hingga aku harus mengerut terheran
Sementara mantera serta jampi-jampi kemudian melebur pada kotoran yang kalian buang di toilet kala itu
Setelah duduk diatas kekuatan angka-angka
Bermodal tampang ini dan itu
Aku bingung
Besok pagi rumahku akan hancur menghilang dari peta.
Aku tentu bingung dengan jalan pikiran kalian
Tentang cemoohan di singgasana istimewa rumah ini
Meneriak tanpa bahasa rohani
Siapa yang menjelma siapa
Menjadikanku semakin geli dengan geliat kekinian kalian
Apa munkin sudah tiada lagi bahasa murni hingga aku harus mengerut terheran
Sementara mantera serta jampi-jampi kemudian melebur pada kotoran yang kalian buang di toilet kala itu
Setelah duduk diatas kekuatan angka-angka
Bermodal tampang ini dan itu
Aku bingung
Besok pagi rumahku akan hancur menghilang dari peta.
CATATAN DISISA HARIKU
Kalau saja ada yang bilang aku hanyalah sebongkah batu
Mungkin saja ada benarnya juga
Sehingga kasak kusuk gencarnya menggema di segala sudut
Membising di sepenjang lorong-lorong
Melengking di setiap pasang telinga
Diam, itu aku!
Yang berada di sudut zaman terhimpit lajur kehidupan
Mendekam disebagian malam gulita
Terdiam sendirian pasan sunyi
Tanpa kata, tanpa bahasa
Namun jika ada yang bilang aku hanyalah kekonyolan kehidupan
Diamlah, bungkam saja mulutmu itu dari segala prasangka yang membayangi hidupmu
Itu aku.
Karena ini adalah hari terakhir hidupku dari segala yang telah lalu.
Mungkin saja ada benarnya juga
Sehingga kasak kusuk gencarnya menggema di segala sudut
Membising di sepenjang lorong-lorong
Melengking di setiap pasang telinga
Diam, itu aku!
Yang berada di sudut zaman terhimpit lajur kehidupan
Mendekam disebagian malam gulita
Terdiam sendirian pasan sunyi
Tanpa kata, tanpa bahasa
Namun jika ada yang bilang aku hanyalah kekonyolan kehidupan
Diamlah, bungkam saja mulutmu itu dari segala prasangka yang membayangi hidupmu
Itu aku.
Karena ini adalah hari terakhir hidupku dari segala yang telah lalu.
Langganan:
Komentar (Atom)